Thursday 3 March 2016

Trilogi Pembangunan Berkelanjutan

”Tujuan Pembangunan Berkelanjutan” telah dirumuskan dalam dokumen Outcome Document Transforming Our World: The 2030 Agenda For Sustainable Development.
Di sini sebanyak 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dan 169 target menjadi agenda universal yang baru. Butir-butir tersebut dibangun berpijak pada ”Tujuan Pembangunan Milenium” (MDGs) dan melengkapi apa yang belum sempat tercapai. Selama 15 tahun MDGs telah memberikan landasan kerangka kerja yang penting untuk pembangunan dan ada kemajuan dunia.

Namun, kesenjangan masih terjadi, terutama di negara-negara kurang berkembang, negara berkembang landlocked termasuk Indonesia. Indonesia bukan hanya negeri sangat besar, melainkanjuga sangat kaya. Kaya sumber daya alam dan kaya sumber daya manusia. Tanahnya subur dan kekayaan yang terkandung di dalamnya.

Ditambah lagi dengan jumlah penduduk nomor empat di dunia (247 juta) dengan struktur demografi yang sangat menguntungkan. Indonesia didominasi usia muda yang produktif yang sering disebut sebagai bonus demografi. Namun, wacana bonus demografi di Indonesia yang sebenarnya sudah muncul sejak lima tahun lalu hingga kini masih saja tetap menjadi wacana.

Belum ada upaya serius dari pemerintah terkait pemanfaatan bonus demografi. Syarat utama mendapatkan manfaat sebesar-besarnya dari bonus demografi adalah pembangunan berkelanjutan. Menurut saya, investasi pemerintah dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan lapangan kerja berkualitas (ekonomi) menjadi trilogi pembangunan berkelanjutan.

Tantangan hari ini kita dihadapkan pada kualitas sumber daya manusia (SDM) yang rendah. Keadaan ini masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah. Apalagi jika menyandingkan indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia dengan negara lain. Laporan IPM yang dikeluarkan UNDP, Indonesia berada dalam urutan ke-110 dari 188 negara. Melalui IPM dapat dijadikan tolok ukur capaian pembangunan manusia berbasis tiga komponen dasar kualitas hidup.

Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang layak. Tidak lain tiga hal itu tentu menyangkut kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Kenyataannya proyek ”pembangunan” Indonesia gagal karena tidak menggunakan budaya dan nilai-nilai bangsa sendiri.

Pembangunan Indonesia mengadopsi mentah-mentah dari teori pembangunan ala Amerika yang dimaknai secara serampangan bahwa pembangunan adalah modernisasi dan pertumbuhan ekonomi (economic growth). Ada pertumbuhan ekonomi menjadi indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Akibat itu, pembangunan sama sekali tidak berkaitan langsung dengan kepentingan rakyat.

Karena itu, mengapa Din Syamsuddin, anggota United Nations Sustainable Development Solution Network (Jaringan Solusi Pembangunan Berkelanjutan) PBB, memberikan solusi bahwa pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals atau SDGs) harus diberi predikat bermakna. Pembangunan selain berkelanjutan juga harus dipandu dan berpijak pada nilai-nilai atau etika kemanusiaan universal.

Maka itu, menjadi ”pembangunan berkelanjutan yang bermakna”(sustainable development with meanings) sebagai pemihakan kepada etika global yang bersumber dari ajaran agama-agama. Hal yang bisa dilakukan pemerintah hari ini menurut saya hanya satu yaitu serius menggarap bidang pendidikan.

Karena itu, pendidikan harus menekankan kepada pada development (pembangunan; pengembangan) dan right (hakhak) manusia. Orientasi pendidikan harus fokus pada ”human development” dan target utama adalah maslahah (public interest). Maslahah inilah yang mestinya menjadi sasaran dari pendidikan sehingga dapat melahirkan generasi yang mampu membangun ”keadaban publik”.

Selanjutnya, indikator keberhasilan tujuan pendidikan secara empirik, dapat diuji, dikontrol, dan divalidasi melalui human development index (indeks pembangunan manusia). Pendidikan harus berorientasi kepada enam hal untuk melindungi, memberdayakan, membangun potensi dan hakhak manusia .

Pertama, hifzh albiah (pembangunan lingkungan) seperti hak mendapat udara bersih, hak publik mengakses air, hak mengelola tanah, dan hak menikmati lingkungan bersih. Kedua, hifzh ad-din (jaminan hak-hak beragama dan berkeyakinan) seperti hak beragama, hak menjalankan praktik agama, hak dihargai, dan hak berdakwah.

Ketiga, hifzh annafs (jaminan kehidupan) seperti hak hidup, hak hidup layak, hak antidiskriminasi, hak komunikasi, dan hak membela diri. Keempat, hifzh al-aql berupa jaminan kepada pendidikan, intelektual, dan pengembangan riset dan ilmu pengetahuan seperti hak pendidikan, hak informasi, dan hak mengembangkan iptek. Kelima, hifzh an-nasl berupa jaminan keberlanjutan generasi masa depan dan kehormatan keluarga seperti hak reproduksi, hak tumbuh kembang, dan hak perlindungan anak.

Keenam, hifzh al-mal berupa jaminan kesejahteraan ekonomi seperti hak perlindungan hak milik, hak konsumen, dan hak memperoleh pekerjaan. Jadi, tujuan utama pendidikan harus diarahkan pada aktualisasi potensi insani manusia bahwa manusia diturunkan di muka bumi untuk menjaga dan melestarikan alam semesta seisinya.

Al-Qardhawi (2001) menyatakan bahwa merusak dan menghancurkan lingkungan sama dengan mengancam agama dan tujuan-tujuan syariah lainnya. Sway menggunakan konsep maslahah sebagai rujukan untuk mengembangkan prinsip perlindungan lingkungan dan perlindungan lingkungan adalah tujuan agama yang tertinggi. Karena itu, Zakiyuddin Baidhawy (2016) meletakkan prinsip pelestarian lingkungan sebagai urutan pertama tujuan agama.

Pembangunan yang berkelanjutan harus mencerminkan tindakan yang mampu melestarikan lingkungan alamnya. Kesempatan memanfaatkan bonus demografi juga sangat bergantung keberhasilan menteri pendidikan sekarang. Puncak bonus demografi akan terjadi pada 2028-2031.

Itu berarti hanya tersisa 14 tahun untuk menyiapkan manusia Indonesia yang produktif dan menyediakan lapangan kerja yang memadai agar bonus demografi tidak berubah menjadi malapetaka demografi. Waktu yang tersisa itu dimulai dari sekarang. Pemanfaatan bonus demografi sangat bergantung pada pembangunan kualitas pendidikan secara mendasar dan saat ini sehingga mampu mewujudkan negara yang rakyatnya bahagia, sejahtera, dan aman.
AZAKI KHOIRUDIN
Koran Sindo, 04/03/2016
Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat IPM;
Komisi Pendidikan dan Kaderisasi MUI Pusat;
dan Pengajar Prodi Tarbiyah FAI UMS Surakarta 

0 comments: