Sunday 6 March 2016

Prestise Partai dan Karier Kader

Hasil gambar untuk ahok TAK lama lagi DKI Jaya akan menghadapi sebuah perhelatan demokrasi akbar untuk menentukan pemimpin ibu kota negara ke depan. Perhelatan akbar ini menimbulkan peningkatan suhu politik di Kota Metropolitan.

Berawal dari kontroversi Gubernur Ahok yang meledak-ledak dalam menghadapi masalah dengan anak buahnya, akhirnya mengundang kemunculan beberapa nama mulai Sandiaga Uno, Ridwan Kamil, Ganjar Pranowo hingga Rano Karno.

Ridwan Kamil pada 29 Februari menyatakan tidak ikut maju. Dengan demikian, persaingan pun berkurang. Ganjar Pranowo sebagai gubernur Jateng merupakan calon alternatif terkuat yang bisa diajukan oleh PDI Perjuangan. Pesaing lain Ganjar adalah Gubernur Banten Rano Karno.

Penugasan kepada Ganjar tentu sebagai salah satu tugas partai sebagaimana Fahry Rozy (2013) menuliskan bahwa sebagai sebuah organisasi tempat mencetak politisi berintegritas, partai politik sebaiknya menyusun sistem yang memungkinkan adanya pembelajaran dan jenjang karier.

Pembelajaran yang dimaksud adalah internalisasi ideologi dan pemberian stimulus untuk mendiskusikan isu-isu strategis bangsa sehingga kader-kader partai politik dapat menjadi negarawan andal di masa depan.

Jenjang karier juga penting untuk menjaga kepuasan kader-kader partai politik sebagai mesin utama partai politik. Kepuasan akan membuat politisi-politisi tidak pindah ke lain tempat. Tentu upaya memfasilitasi jenjang karier ini lagi-lagi harus memperhatikan kompetensi, jejak rekam dan prestasi.

Miliki Popularitas

Ganjar selaku kader PDI Perjuangan dinilai mampu menunjukkan kinerjanya di Jateng. Saat ini dia adalah kader yang memiliki popularitas bagus dan sangat siap untuk bertarung melawan Ahok. Ahok sendiri begitu percaya diri.

Jika tak mendapat kendaraan dari partai politik, dia siap maju melalui jalur independen. Dia sudah membangun jaringan lewat ’’teman Ahok’’. Ganjar bukanlah pemimpin yang sekadar media darling. Dia pemimpin populis yang berhasil.

Parameter keberhasilannya seperti dituliskan FX Sugiyanto (2015), dua tahun Ganjar menjabat gubernur, ekonomi Jateng cenderung membaik walau pada tingkat sangat moderat. Memang pertumbuhan ekonomi 2015 diperkirakan lebih rendah dibanding 2014, tapi lapangan kerja cenderung meningkat. Angka pengangguran dan kemiskinan cenderung menurun dan tingkat harga pun demikian.

Pada 2015 (semester I) ekonomi Jateng tumbuh 5,20%, sedangkan 2014 sebesar 5,42 % atau lebih tinggi dari rata-rata nasional, yaitu 4,70% pada 2015 (semester I) dan 5,02% (2014). Lapangan kerja meningkat dari 16,47 juta orang (Agustus 2013) menjadi 17,32 juta orang (Februari 2015).

Pengangguran menurun dari 1,05 juta orang atau 6,01% (Agustus 2013) menjadi 0,97 juta orang atau 5,31% (Februari 2015). Kemiskinan dihitung menggunakan garis kemiskinan, menurun dari 4,81 juta orang atau 14,44% (September 2013) menjadi 4,56 juta orang atau 13,58% (September 2014). Inflasi turun dari 8,34 % pada Agustus 2013 menjadi 6,36% (Juli 2015).

Prestasi Ganjar sebagai gubernur Jateng tentu tidak memberikan jalan mudah baginya untuk maju di DKI. Itu terbukti pada pernyataan Ketua DPD PDI Perjuangan Jateng Bambang Wuryanto pada 28 Februari lalu. Bambang menyatakan pihaknya akan melakukan evaluasi apabila Ganjar ingin maju dalam pilkada DKI. Sejauh ini DPD PDI Perjuangan DKI yang tengah menanti plh ketua, juga belum mengusulkan Ganjar.
Selain itu, mekanisme pun mesti dilalui sebagaimana proses yang dilewati Joko Widodo ketika berangkat dari Solo ke Jakarta. Keputusan PDI Perjuangan akan menentukan langkah Ganjar ke depan. Objektivitas atas rekam jejak dia sudah sepantasnya menjadi pertimbangan kebijakan yang mantap bagi PDI Perjuangan depan. Mengingat DKI adalah prestise partai dan merupakan salah satu karier politik tertinggi bagi kader partai politik yang terbaik.
Bambang Rahardjo Munadjat
Suara Merdeka, 07/03/2016
Mantan anggota DPRD Jateng

0 comments: