Friday, 19 February 2016

Tak Lagi

Hasil gambar untuk karikatur rotiTak Lagi
kembali kita kuyup dalam tengkar
kau menatapku dengan mata elangmu.
Oh! aku mengerti
tak lagi kau lihat sesejuk embun di mataku
tak lagi kau lihat di balik tengkar ada damai
tak pula kau lihat rindu-rindu yang menjadi dendam
aku semakin mengerti
setelah tengkar ini kau akan berlari
mengejar merpati yang terguncang-guncang
mendarat di tepian pantai yang dikerumuni sunyi
dan, akan tak lagi.
Jangan kau tatap aku begitu!
aku tahu. selepas tengkar ini
kita akan sepakat:
ujung mencintai menjadi awal kebencian!

Tunggulah!

tunggulah, malam ini disayat pagi
janjiku, di ujung remah-remah sepetak malam
kusiapkan sepotong rindu. Tak lebih!
sementara kau menunggu
hujan berjatuhan di pangkuanmu
tanah berdirit
adinda, tunggulah!
hujan menjadi batu
tanah menjadi air
usah bosan-bosan menunggu
sebab, di akhir kemungkinan
terselip berjuta kepastian

Apa
suaramu patah ketika itu
semestinya tak begini
tak ada murka di jepitan kata
apa?
aduh kau bertanya lagi
baiklah, baiklah, baiklah
mari kita berkelahi
di antara kata apa dan apa

Sendiri
sendiri tak selalu mandiri
apalagi ketika hati ditawan rindu
hariku dikecup sunyi
setelah air
setelah api
tikar tergelar
tingkap terbuka
dan aku semakin sendiri
bisakah kau mengunjungiku
di sebuah mimpi?

Kisah Roti

1)
roti dikulum bayi mungil
katamu, dia kelaparan
kataku, dia kekenyangan
lihat rakusnya, debatmu
lihat kurusnya, sahutku
2)
kali ini roti di bawah meja
seorang menjatuhkannya,
kumulai pembicaraan
ada yang mencurinya,
katamu percaya diri
lalu anjing menjingjing
kita sama-sama tertawa
berebut roti
berkelahi dengan anjing
3)
roti itu di depan kita
kita memandang
sebenarnya saling mengawasi
aku mulai saja. aih, kau cegat aku
roti di tanganmu. kutampar kau.
kau menendangku.
roti berserak. semut jijik.
kita masih berkelahi. berkelahi lagi.
roti tertindih-tindih
menempel di baju lusuh kita
hari itu, kita kelaparan
dan roti menjadi basi

Oh, Kau!
mendengar kabar yang tak siap
kau tergagap
oh, katamu kau kutolak
padahal kau terjepit
di antara tak terhitung
penerimaan dan penawaran
kini aku yang tergagap
kau menjadi dingin
oh, kau bersumpah
aku jera dan ini
menjadi terakhir. itu katamu!
ternyata kau lupa
pada wajahmu yang purnama
pada hatimu yang teduh
adakah kau masih tergagap?
atau aku yang ke depan
memilih tak siap?
dan, waktu dengan deras mengalir
menyusupi nadiku di nadimu
di sana, kita sama-sama berteriak:
oh, kau?
oh, kau!
oh, aku.

Cerita Anak Kecil
1)
aih!
anak kecil ditimbun letih
di jalan berbatu itu
suara mobilmu memekak
anak itu terbangun
hari masih serupa kelam
2)
aih!
anak kecil itu semakin letih
gerimis meriang
angin sempoyongan
kau lewat lagi dengan mobilmu
anak itu terbangun
hari semakin kelam
3)
di mana anak kecil yang ditimbun letih?
di tepi selokan, di gundukan tanah?
di timbunan sampah, di emperan rumah?
kau mencari dan mencari. dalam cemas
ah, cemas itu kini kumengerti
hidupmu susah
tanpa melihat kesusahan orang lain!

Catatan
Penulis, pegiat sastra dan budaya di PLOt Medan. Puisi Esainya dibukukan Jurnal Sajak di Konspirasi Suci dan Baris Tanya untuk Indonesia.

0 comments: