Sunday 13 March 2016

Ayo, Pilih Allah atau Ahok

Riduan Situmorang--Seorang teman, saya kenal dengan dia, karna sekampus, sejurusan, bahkan nyaris sekelas lagi. Dia di kelas B dan saya kelas C. Nyaris bukan? Dia ini kebetulan Muslim. Saya katakan kebetulan karena saya yakin, andai orang tuanya Kristen, pasti teman itu Kristen. Yakin sekali saya. Nah, begini ceritanya. Dia ini kemarin bikin status di facebook, “Bahas Pilkada Jakarta jangan sampek si AHok naik.”
Sampai tulisan ini kubuat, yang me-like udah ada 8 orang. Saya salah satunya. Komentar ada 4: dua dari aku, dua lagi dari dia. Dan, dia bilang di akunnya kalo mereka sedang berdiskusi tentang Ahok itu di Medan Johar. Saya sebenarnya ketawa-ketiwi. Orang dia di Medan kok sibuk amat ngurusi Pilkada Jakarta. Kok ga yang di Medan ini aja diurusi? Emangnya Medan dan Sumut ini udah baik-baik amat?

Tapi, ah, begitulah kita sekarang ini. Balok di mata orang dapat kita lihat, tetapi buaya yang meraung-raung di mata kita sendiri tak kita lihat. Rumput tetangga lebih hijau, begitu istilahnya.

Lihatlah kini di Jakarta, juga para penyinyir, bahwa seleranya mereka sering kali bukan lagi untuk membangun, tapi menjungkalkan Ahok. Pokoknya, bagaimana supaya Ahok ga naik. Sampe-sampe, nama Allah mahabesar pun disebut-sebut. Makanya, ada bunyi-bunyian nyasar yang bilang gini: Ayo, pilih Allah ato Ahok?

Hahahaha. Entah saya yang bodoh atau mereka yang udah gila. Saya mending milih ga urus aja deh. Soalnya begini, siapa itu Ahok? Dia itu Cina, Kristen, kafir lagi katanya. Pokoknya, minoritaslah di negara ini. Kita tahu, negara ini adalah negara demokrasi. Tahu apa itu demokrasi? Demokrasi adalah kebisingan. Siapa yang paling bising, ya, itu yang menang.

Nah, Ahok? Dia itu paling sepi, minoritas. Lalu, mengapa mesti dibanding-bandingin ama Allah? AHok sebanding ga dengan Allah? Lha, mengapa kita mengutip-ngutip sabda Allah untuk menjungkal Ahok? Wkkkkkkk. Suer, saya pening Bro. Menurut saya, ini penghinaan paling sadis pada Allah. Kok, Ahok dibanding-bandingkan sama Allah? Di mana pikiran kita?

Ya, begitulah demokrasi. Dia niscaya selalu butuh keributan. Butuh kebisingan. Butuh keberisikan. Semua lomba pling ribut. Bikin seribut-ributnya. Sampe-sampe, bukan pun urusan kita mendadak urusan kita. Persis seperti yang kubuat ini: menulis artikel goblok ini. Ngapain pula aku ikut bising? Tapi, sudahlah, orang pada ribut, saya ikut arus aja dulu. Ga papa, biar dibilang keren dan ga ketinggalan zaman. Hehehehe….

Hanya, ini perlu diutarakan biar kita tahu. Begini, Bro. Minoritas itu sebenarnya mengasyikkan dan bergengsi. Sangat malah! Coba hitung, mana lebih banyak orang miskin atau orang kaya? Orang pintar atau orang bodoh? Orang baik atau jahat? Orang berani atau penakut? Orang beragama atau tak beragama? Di Indonesia, muslim atau non-Muslim. Nah, Ahok di mana? Itulah asyiknya minoritas. Dibangga-banggakan. Tak usah bising. Nah, yang bising siapa? Ah, sudahlah, inilah demokrasi. Demokrasi itu tentang kebisingan, bukan kemendengaran!

Oh, iya, saya mau bilang lagi. Sebenarnya, Ahok itu bukan siapa-siapa dan ga ada apa-apanya. Kalo Jakarta kini udah ga banjir lagi itu karena kerja keras petugas kebersihan, BUKAN Ahok. Kalo Jakarta kemacetannya udah berkurang, itu karena Dishub, BUKAN Ahok. Kali Kalijodo sudah tenteram, itu karena TNI dan Polri, BUKAN Ahok. Kalo DPRD Jakarta ga bising lagi korup, itu karena DPRD-nya tobat, BUKAN karena AHok. Kalo orang miskin digusur dan dipindahkan ke rumah yang manusiawi, itu sama sekali BUKAN karena Ahok. Ahok Cuma marah-marah.

Karena itulah, saya pusing. Kok Ahok diribut-ributkan. Sadarlah Bro. Ahok itu bukan siapa-siapa. kalo kemudian dia dibicarakan di mana-mana, itu justru membuat dia bukan Gubernur DKI, tetapi Gubernur semua provinsi. Nah, bukankah ini jadi mengagung-agungkan Ahok yang tak seberapa itu?

Hehehehe, sementara saya sedang sibuk melanjutkan tulisan ini, saya kira kening Anda sudah mulai berkerut. Pasti banyak argumen yang melilit pikiran Anda. Tapi aku tahu, argumen itu bukan untuk membangun, tapi melawan argumenku yang tak seberapa ini. Persis di Jakarta, calon Gubernur dibilang calon penantang Ahok. Apa itu ga gila? Seakan-akan AHok lebih besar dari Jakarta. BUkankah harusnya yang ditaklukkan itu Jakarta? Nah, kok jadi misinya melawanAHok! Heran saya.

Wkakakkak. Hmmmm. Meski ini penghinaan bagi Allah, baiklah di belakang tulisan ini saya tanyakan lagi, apakah kita memilih Ahok atau Allah? Sila menjawab. Yang pasti, ayat turunan dan sabda-sabda Allah bisa ikut turun. Turun berkampanye agar Ahok tak terpilih.

Sungguh ini memang penghinaan luar biasa. Betapa tidak, mengapa Allah pun mesti ikut berkampanye dan bekerja sama dengan para gubernur penantang AHok hanya untuk menjungkalkan Ahok. Mudah-mudahan Ahok kalah. Karena kalo tidak, saya tak terima Allah yang telah menciptakan aku ini meringis karena kalah dari seorang Ahok yang tak seberapa. Pokoknya, mari memenangkan Allah, JANGAN Ahok!
Riduan Situmorang
Pencinta Humor yang tak Lucu 

0 comments: