“Bagi PWI Jateng, uji kompetensi merupakan alat efektif untuk meningkatkan profesionalitas dan kemartaban anggota.”
KRITIKAN Presiden Jokowi saat berpidato di tengah resepsi Hari Pers Nasional (HPN) Tingkat Pusat, di Lombok, NTB, 9 Februari 2016, patut menjadi instrospeksi bagi insan pers di Tanah Air agar profesionalitasnya kembali tergugah. Presiden menyebut pers kita masih sering memunculkan berita yang dapat menimbulkan keresahan hingga ketidakpercayaan masyarakat.
Jokowi mencontohkan judul-judul berita di media yang dia baca dan dikutip, dapat meresahkan masyarakat. Judul-judul itu antara lain ”Indonesia Diprediksi Akan Hancur”, ”Semua Pesimistis Target Pertumbuhan Ekonomi Tercapai”, ”Pemerintah Gagal, Aksi Teror Tak Akan Habis sampai Kiamat”, ”Kabut Asap Tak Teratasi, Riau Ancam Merdeka” dan lainnya.
Pemberitaan di media online juga dikritik, kerap mengabaikan kode etik jurnalistik (KEJ) seperti mengabaikan akurasi, mencampurkan fakta dan opini, dan tidak berimbang. Jokowi berpendapat, pers masih terjebak pada persaingan industri dengan lebih mengejar rating dan mengabaikan pemberitaan yang bernuasa membentuk karakter masyarakat.
Presiden mengajak agar pers mengedepankan pemberitaan yang memunculkan optimisme, etos kerja dan produktivitas bagi masyarakat, bukan sebaliknya. Pers diharapkan mampu mengembangkan informasi yang membangun kepercayaan sebagai modal meraih investasi untuk membangun Indonesia yang lebih maju. Dari kritikan dan harapan tersebut dapat dicermati, Presiden menyampaikan sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang punya hak mengoreksi dan memberikan masukan kepada pers.
Kritikan disampaikan secara normatif, terkait UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers serta Kode Etika Jurnalistik (KEJ) Wartawan Indonesia. Dalam pasal 17 UU tentang Pers, terkait peran serta masyarakat, pasal 17 (1) menyebutkan, masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.
Pasal 17 (2), kegiatannya berupa: (a) Memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, etika, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan pers. (b) Menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional.
UU Pers menegaskan, pers harus menghormati hak asasi setiap orang, karena itu dituntut pers yang profesional dan terbuka dikontrol oleh masyarakat. KEJ juga menekankan, menghormati masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, menempuh cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi. Menghormati asas praduga tidak bersalah, tidak mencampurkan fakta dan opini, berimbang dan selalu meneliti kebenaran informasi.
Kritikan Presiden terhadap kualitas pers di era kebebasan pers saat ini, sebenarnya juga dirasakan oleh masyarakat dan kalangan organisasi profesi kewartawanan, termasuk Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). PWI Jateng pun hingga kini masih kerap menerima keluhan atau aduan masyarakat terkait praktik jurnalistik yang menyimpang. Seperti pemberitaan yang dilandasi iktikad buruk, tidak berimbang, juga terindikasi ada kepentingan tertentu.
Banyak pula oknum wartawan yang menakut-nakuti masyarakat dan merasa superior sehingga perilakunya meresahkan masyarakat. Dari klarifikasi PWI dengan para ”korban”, terindikasi pelanggaran banyak dilakukan oleh oknum wartawan dari media yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, seperti medianya terbit tidak menentu, tidak mencantumkan alamat penerbit, dan wartawannya juga bukan anggota PWI.
Dua Program
Namun, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi PWI Jateng untuk menegakkan citra, profesionalisme dan kemartabatan anggotanya. Langkah yang ditempuh selain memasifkan sosialisasi tentang UU Pers dan KEJ kepada masyarakat dan mitra kerja, juga memprogram sebanyak-banyaknya Uji Kompetensi Wartawan (UKW). Dua program tersebut bagi PWI Jateng sebagai hal penting.
Sosialisasi UU Pers dan KEJ untuk memberi pemahaman dan pencerahan kepada publik, sebenarnya pers bukan sosok yang harus ditakuti melainkan sebagai mitra kerja sejati. Ada hak publik yang dijamin oleh UU Pers, yakni hak jawab dan koreksi. Dua hak tersebut harus dioptimalkan ketika publik merasa dirugikan atau publik tahu terdapat kesalahan data atau informasi dalam pemberitaan.
Tujuannya meralat atau meluruskan pemberitaan agar tidak ada yang dirugikan. Hak jawab dan koreksi ini wajib dimuat oleh media bersangkutan. Sementara UKW dioptimalkan PWI Jateng untuk menguatkan kompetensi wartawan agar semakin profesional dan bermartabat. Bagi anggota PWI, UKW yang pelaksanaannya menjadi domain Dewan Pers, menjadi hal wajib.
Untuk menjadi calon anggota PWI harus menyertakan sertifikasi kompetensi. Demikian pula untuk naik status keanggotaan ke jenjang yang lebih tinggi harus menyertakan sertifikasi ini. Bagi PWI Jateng, uji kompetensi merupakan alat yang efektif untuk meningkatkan profesionalitas dan kemartaban anggota.
Mengingat materi UKW yang harus dijalani peserta sesuai dengan jenjang semuanya mengarah pada penguasaan kompetensi yang dapat diandalkan. Maka pada peringatan HPN Tingkat Jateng yang puncaknya dilaksanakan Senin, 22 Februari 2016 (hari ini) di studio Dreamlight, Ungaran, PWI Jateng mengetengahkan tema ”Optimalisasi Profesionalitas dan Kemartabatan Wartawan”. Semoga misi luhur ini tercapai.
KRITIKAN Presiden Jokowi saat berpidato di tengah resepsi Hari Pers Nasional (HPN) Tingkat Pusat, di Lombok, NTB, 9 Februari 2016, patut menjadi instrospeksi bagi insan pers di Tanah Air agar profesionalitasnya kembali tergugah. Presiden menyebut pers kita masih sering memunculkan berita yang dapat menimbulkan keresahan hingga ketidakpercayaan masyarakat.
Jokowi mencontohkan judul-judul berita di media yang dia baca dan dikutip, dapat meresahkan masyarakat. Judul-judul itu antara lain ”Indonesia Diprediksi Akan Hancur”, ”Semua Pesimistis Target Pertumbuhan Ekonomi Tercapai”, ”Pemerintah Gagal, Aksi Teror Tak Akan Habis sampai Kiamat”, ”Kabut Asap Tak Teratasi, Riau Ancam Merdeka” dan lainnya.
Pemberitaan di media online juga dikritik, kerap mengabaikan kode etik jurnalistik (KEJ) seperti mengabaikan akurasi, mencampurkan fakta dan opini, dan tidak berimbang. Jokowi berpendapat, pers masih terjebak pada persaingan industri dengan lebih mengejar rating dan mengabaikan pemberitaan yang bernuasa membentuk karakter masyarakat.
Presiden mengajak agar pers mengedepankan pemberitaan yang memunculkan optimisme, etos kerja dan produktivitas bagi masyarakat, bukan sebaliknya. Pers diharapkan mampu mengembangkan informasi yang membangun kepercayaan sebagai modal meraih investasi untuk membangun Indonesia yang lebih maju. Dari kritikan dan harapan tersebut dapat dicermati, Presiden menyampaikan sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang punya hak mengoreksi dan memberikan masukan kepada pers.
Kritikan disampaikan secara normatif, terkait UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers serta Kode Etika Jurnalistik (KEJ) Wartawan Indonesia. Dalam pasal 17 UU tentang Pers, terkait peran serta masyarakat, pasal 17 (1) menyebutkan, masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.
Pasal 17 (2), kegiatannya berupa: (a) Memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, etika, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan pers. (b) Menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional.
UU Pers menegaskan, pers harus menghormati hak asasi setiap orang, karena itu dituntut pers yang profesional dan terbuka dikontrol oleh masyarakat. KEJ juga menekankan, menghormati masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, menempuh cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi. Menghormati asas praduga tidak bersalah, tidak mencampurkan fakta dan opini, berimbang dan selalu meneliti kebenaran informasi.
Kritikan Presiden terhadap kualitas pers di era kebebasan pers saat ini, sebenarnya juga dirasakan oleh masyarakat dan kalangan organisasi profesi kewartawanan, termasuk Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). PWI Jateng pun hingga kini masih kerap menerima keluhan atau aduan masyarakat terkait praktik jurnalistik yang menyimpang. Seperti pemberitaan yang dilandasi iktikad buruk, tidak berimbang, juga terindikasi ada kepentingan tertentu.
Banyak pula oknum wartawan yang menakut-nakuti masyarakat dan merasa superior sehingga perilakunya meresahkan masyarakat. Dari klarifikasi PWI dengan para ”korban”, terindikasi pelanggaran banyak dilakukan oleh oknum wartawan dari media yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, seperti medianya terbit tidak menentu, tidak mencantumkan alamat penerbit, dan wartawannya juga bukan anggota PWI.
Dua Program
Namun, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi PWI Jateng untuk menegakkan citra, profesionalisme dan kemartabatan anggotanya. Langkah yang ditempuh selain memasifkan sosialisasi tentang UU Pers dan KEJ kepada masyarakat dan mitra kerja, juga memprogram sebanyak-banyaknya Uji Kompetensi Wartawan (UKW). Dua program tersebut bagi PWI Jateng sebagai hal penting.
Sosialisasi UU Pers dan KEJ untuk memberi pemahaman dan pencerahan kepada publik, sebenarnya pers bukan sosok yang harus ditakuti melainkan sebagai mitra kerja sejati. Ada hak publik yang dijamin oleh UU Pers, yakni hak jawab dan koreksi. Dua hak tersebut harus dioptimalkan ketika publik merasa dirugikan atau publik tahu terdapat kesalahan data atau informasi dalam pemberitaan.
Tujuannya meralat atau meluruskan pemberitaan agar tidak ada yang dirugikan. Hak jawab dan koreksi ini wajib dimuat oleh media bersangkutan. Sementara UKW dioptimalkan PWI Jateng untuk menguatkan kompetensi wartawan agar semakin profesional dan bermartabat. Bagi anggota PWI, UKW yang pelaksanaannya menjadi domain Dewan Pers, menjadi hal wajib.
Untuk menjadi calon anggota PWI harus menyertakan sertifikasi kompetensi. Demikian pula untuk naik status keanggotaan ke jenjang yang lebih tinggi harus menyertakan sertifikasi ini. Bagi PWI Jateng, uji kompetensi merupakan alat yang efektif untuk meningkatkan profesionalitas dan kemartaban anggota.
Mengingat materi UKW yang harus dijalani peserta sesuai dengan jenjang semuanya mengarah pada penguasaan kompetensi yang dapat diandalkan. Maka pada peringatan HPN Tingkat Jateng yang puncaknya dilaksanakan Senin, 22 Februari 2016 (hari ini) di studio Dreamlight, Ungaran, PWI Jateng mengetengahkan tema ”Optimalisasi Profesionalitas dan Kemartabatan Wartawan”. Semoga misi luhur ini tercapai.
Isdiyanto
Suara Merdeka, 22/02/2016
Sekretaris PWI Jawa Tengah
0 comments:
Post a Comment