Friday, 19 February 2016

Menuju Desa Mandiri

SALAH satu cita-cita bangsa Indonesia yang ingin diwujudkan Pemerintahan Jokowi-JK adalah membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Pesan politik itu termaktub dalam rumusan Nawa Cita yang merupakan prioritas pembangunan di Indonesia. Misi mulia itu juga sejalan dengan spirit utama yang ingin digelorakan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yakni membangun/ mewujudkan kemandirian desa.

Sebagaimana ditegaskan dalam UU tersebut bahwa tujuan diundangkannya pengaturan desa, terutama yang terkait dengan sektor ekonomi perdesaan adalah: (i) mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat desa untuk pengembangan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama; (ii) meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum; (iii) memajukan perekonomian masyarakat desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional dan (iv) memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan (Pasal 4 UU Nomor 6/2014).

Merujuk pada tujuan tersebut, maka ada sejumlah megaproyek pembangunan perdesaan yang semestinya harus segera dicanangkan/digarap oleh para pemangku kepentingan, baik di daerah maupun di perdesaan. Pertama, proyek pengembangan potensi dan aset desa. Sebagai entitas terkecil dari negara bangsa (nations state), kontribusi desa dalam memajukan perekonomian di Indonesia, tidak bisa dipandang remeh. Hal ini, karena faktanya desa merupakan penghasil bahan pangan, yang dilakukan warganya melalui aktivitas pertanian, peternakan, perikanan/kelautan, perkebunan dan kehutanan, untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi 252 juta rakyat Indonesia.

Oleh karena itu, Pemda/Pemerintah Desa (Pemdes) harus bisa mendorong dan memfasilitasi warganya untuk mengembangkan potensi dan aset desa yang terkait langsung dengan dunia pertanian. Produk-produk pertanian/perkebunan unggulan harus didorong untuk layak ekspor, atau setidaknya mampu menahan dan memukul balik ’’serangan’’terhadap produk pangan/buah-buahan impor yang membanjiri pasar pangan Indonesia pada era MEAyang kini tengah berlangsung.

Desa juga menyimpan potensi yang sangat besar dalam menghasilkan produk-produk peternakan/ perikanan lokal, seperti ayam kampung, sapi pedaging, sapi perah, kambing pedaging, kambing etawa dan pelelangan ikan segar hasil tangkap nelayan di kampung nelayan. Dalam konteks itu, Pemda/Pemdes harus bisa hadir untuk memberikan stimulan dan pemberdayaan masyarakat desa agar bisa meningkatkan produksinya secara efisien dan efektif, sehingga diharapkan pasar daging/ikan di Tanah Air tidak rentan terhadap fluktuasi harga serta tidak tergantung pada produk ternak impor.

Aset-aset yang dimiliki desa juga bisa dikembangkan untuk mendukung kelancaran produksi komoditas lokal. Aset seperti tanah kas desa/tanah ulayat bisa dimanfaatkan lebih optimal untuk petani yang membutuhkan lahan tanam yang lebih luas, sehingga produksi bisa meningkat.

BUMDes dan Kesmas

Kedua, proyek peningkatan pelayanan publik. Untuk meningkatkan pelayanan publik bagi masyarakat perdesaan, Pemdes bisa melakukan berbagai strategi, salah satunya adalah mendirikan atau mengembangkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang bidang usahanya disesuaikan dengan potensi sumber daya alam/kearifan lokal yang dimiliki desa itu. Sebagai contoh, BUMDes yang dimiliki Desa Ponggok Polanharjo Klaten, barangkali bisa dijadikan pilot project bagi desa-desa lain di Indonesia.

BUMDes ’’Tirta Mandiri’’ Ponggok merupakan contoh perusahaan milik Desa yang sukses mengembangkan potensi kekayan alam yang dimilikinya. Core business BUMDes itu, wisata air/pemandian umbul Ponggok. Di samping itu juga pihak manajemen mengembangkan unit-unit bisnis lain yang terkait dengan bisnis wisata umbul, yaitu pengelolaan air bersih, penyewaan peralatan renang/selam, kios kuliner, toko retail, kredit dan pemyewaan gedung. Ketiga, proyek memajukan perekonomian masyarakat. Strategi yang bisa dilakukan Pemda dan Pemdes untuk memajukan perekonomian desa adalah program pemberdayaan untuk mengembangkan usaha mikro dan kecil (UMK) yang dimiliki warga desa, meningkatkan kapasitas produksi dan kualitas produk-produk asli desa sehingga layak ekspor, mengembangkan produk pangan atau kuliner khas desa dan memfasilitasi pengembangan produk ekonomi kreatif, seperti mebel dan batik khas desa.
Keempat, proyek penguatan masyarakat desa sebagai subjek pembangunan perdesaan. Dalam konteks ini, keberhasilan pembangunan desa sangat ditentukan oleh modal yang dimiliki warganya seperti tenaga kerja produktif, pengetahuan, penguasaan teknologi dan kemampuan memanfaatkan sumber daya alam.
  
Imron Rosyadi
Suara Merdeka, 20/02/2016
Peminat Kajian Ekonomi Publik Perdesaan, dosen FEB Universitas Muhammadiyah Surakarta

0 comments: