Memahamimu-Memahamiku
bagaimana aku memahamimu
perempuan bermata purnama
sedang
kau selalu datang dengan curiga
sudahlah,
mari akhiri tengkar ini
tak kau lihat pohon yang selalu merungut
pada
awan, pada angin, pada hujan
lalu, mereka cemberut sebelum saling memagut
dan
hutan pun bergelayut
bagaimana
kau memahamiku pria bermata elang
sedang
aku selalu menimbun rindu tanpa kau tahu
sudahlah,
mari mulai cerita baru
tak
kau lihat kebun di belakang
ada
cacing, ada tanah, ada pohon
lalu,
mereka bersetubuh setelah sebelumnya saling menguntit
Tubuh Rumahku/1
tubuhku
yang sintal ini adalah rumah
yang
dikuyup remang. gelap. sunyi.
tikus-tikus
dan cicak-cicak cekikikan
mencakar jendela. mataku berdarah
mereka tak berhenti dan semakin buas
kali
ini kau lewat dengan matamu yang berbuih
kita
sibuk dengan kebencian. di matamu. di mataku
hari
berlalu tanpa kata yang berkelindan
sepi
semakin menggugat
tapi
kita saling menghujat
Tubuh Rumahku/2
tubuhku menjelma menjadi teras
sepi
pengunjung. atap-atapnya bolong
ada
serangga memapah jaring
kutu-kutu
berjingkrak dan berkejaran
kali
ini, mereka membuat sarang
membuat
lubang di telingaku
telinga
itu berdarah. infkesi. bengkak
kau masih lewat dengan kakimu yang keropos
kusapa
kau dengan lidah yang berdirit. payah.
kau
tak menoleh
kau,
oh, berlari dengan gesitnya
aku
bertanya dan mencari dengan mata silau
ah, tak ada yang kau kejar, tak ada yang mengejarmu!
atau?
aku yang buta setelah mata berdarah?
setelah
telinga menuli?
kita
tak saling mendengar
masih
bertengkar
Tubuh Rumahku/3
rumahku tubuhku. semakin dikebut sepi.
tak
ada tikar tergelar
tak
ada tamu. tak ada laku-laku malu
semakin
gersang setelah matahari terlalu menikam
hujan
dan badai bertukar peran
kadang
mengembus, kadang mendengus
cicak,
tikus, serangga, rayap tertindih bosan
tubuhku kerontang tinggal rangka.
lapuk.
tak ada lagi dirit-dirit gerak
binatang
tikus-tikus mencari tempat baru untuk cekikikan
kamu masih sempat kulihat. lewat
setahuku,
kau masih serupa denganku: dikebut sepi
tapi, ah, kau lewat saja
bahkan
membuang ludah pun kau merasa rugi
rumahku tubuhku sudah menjelma sepi
sedang
kau tak lagi datang. meski hanya untuk lewat
matahari
dan hujan sudah melewatkan episode
mengitari
musim ke musim
kau
juga tak lewat
adakah
kau sudah tamat?
atau?
sepimu sudah ada yang memiliki
di
sini. di kedalaman tubuhku.
aku
masih menunggu kau lewat
bermimpi
untuk sekeping sepi yang akan berujung
adakah
itu di tanganmu?
Daun
dan Angin
kita
membungkuk
ah,
tak ada yang mengangguk
kita
mabuk dan
kikuk
setelah
angin menjenguk
dan,
kemudian kita mencoba untuk tak mengerti
mengapa
daun digugur angin
tetapi
masih saling memesrai
meski
nanti akan dihunjam dalam sebuah waktu yang rahasia
mereka
masih saling mencintai
tak
ada yang mengangguk
tetapi
kita akan saling menjenguk
ah, kita
mencintai, sebenarnya saling mengintai
mungkin kau akan daun yang gugur
mungkin juga akuCatatan
Penulis, pegiat sastra dan budaya di PLOt Medan. Puisi Esainya dibukukan Jurnal Sajak di Konspirasi Suci dan Baris Tanya untuk Indonesia.
0 comments:
Post a Comment