Wednesday, 21 May 2014

Membuat Medan Menjadi Kota Humanis

Oleh: Riduan Situmorang
Medan masuk dalam ukuran tiga besar kota tersibuk dan terbesar di negeri ini. Tentunya, predikat ini bisa menjadi sebuah keunggulan sekaligus tantangan ke depan untuk mengelola supaya Kota Medan tetap asri. Seperti mottonya-bekerja sama dan sama-sama bekerja untuk kemajuan dan kemakmuran Medan kota metropolitan-segenap birokrat dan pejabat struktural, tentunya bersama masyarakat harus bekerja sama mulai detik ini untuk mewujudkan Kota Medan menjadi kota metropolitan yang asri dan nyaman. Tidak menjadi kota sarang penyamun, macet, dan sumpek seperti yang kita saksikan sekarang ini.
Tidak dapat kita pungkiri, saat ini Kota Medan masih sangat sumpek dan belum aman, apalagi nyaman. Sederhana saja, kota ini masih belum lepas dari sebutan sebagai kota tempatnya sarang penyamun, macet, hingga menjadi kota sumpek. Lihat saja, curanmor, perampokan, serta beragam jenis kejahatan lainnya masih marak kita temukan dan kita jumpai di kota ini.
Tidak hanya itu, kota yang kita cintai ini juga masih sangat jauh dari kata asri lantaran masih sumpek dan masih kotor, apalagi hijau dan asri. Perhatikanlah, jika kita melintas di jalan-jalan besar di kota ini, kita hampir tidak pernah merasakan keteduhan. Yang ada hanya rasa kebosanan, kebisingan, dan kegerahan.
Minimalkan Rasa Bosan dengan Pemandangan
Kebosanan, misalnya, ketika kita harus selalu melihat papan reklame yang bergelantungan secara tidak teratur, seakan-seakan segala tempat menjadi tempat yang legal untuk beriklan. Di sisi lain, beberapa kota di negeri ini seperti Jakarta sudah mulai merintis model periklanan ala billboard dan pelan-pelan meninggalkan versi spanduk yang mengotori pemandangan. Nah, jika ingin mengikuti trend, tetapi tetap asri dan humanis, tentunya pemerintah sudah perlu memikirkan versi-versi lain, bila perlu, mengadopsi model periklanan ala billboard, selain karena alasan hemat plastik untuk reklame, keindahan juga akan tertata karena billboard bisa ditata sedemikian rapi menjadi lampu digital yang dapat membuat kota ini tetap kemilau pada malam hari.
Lalu, seperti motto sebelumnya yang mengusung keasrian, Pemko Medan juga secara tidak langsung dibebani untuk mewujudkan kota ini menjadi kota yang humanis yang tidak jauh dari kata hijau dan asri. Tetapi kalau kita lihat sekarang, di kota ini pepohonan masih sangat jarang. Bahkan, kota ini makin saja didominasi gedung-gedung pencakar langit serta bangunan-bangunan sekular lainnya. Padahal, kita sama-sama tahu, kalau jalanan dihiasi dengan pepohonan, orang yang melintas pasti akan merasa sejuk. Kalaupun ada kemacetan, tetapi kalau pepohonan banyak, setiap pengendara akan merasa sabar. Sebaliknya, jika kemacetan mendera dan pepohonan tidak ada, rasa panas dan gerah akan timbul sehingga setiap pengendara akan jenuh dan bosan hingga pada akhirnya mereka akan saling memaki.
Nah, jika aksi saling memaki ini terjadi, akhir-akhirnya, kota ini pun akan tetap terjebak pada keributan. Padahal, jika saja jalanan di kota ini didekorasi dengan keindahan dan kehijauan melalui penanaman pohon, orang yang mungkin terjebak di jalan tidak akan gampang tersulut emosi karena mereka akan memilih menikmati kehijauan dan keindahan alam. Jadi, pemerintah sudah harus berpikir untuk segera menanam pohon di setiap pinggir jalan. Alih-alih membuat jalanan menjadi teduh, kita sebagai warga Kota Medan pun akan merasa nyaman dan sabar, bahkan betah kalau harus berlama-lama di jalan. Jadi, tidak akan ada lagi "kegiatan" saling memaki.
Di samping itu, Pemerintah Kota Medan pun sudah harus bekerja ekstra keras untuk mengurai kemacetan. Kita harus berani bercermin dari kota besar lainnya, seperti Jakarta. Lihat, kalau orang membicarakan Jakarta hari ini, mereka tidak lagi membicarakan Jakarta sebagai ibu kota negara, melainkan mencemooh Jakarta sebagai kota macet dan kota banjir. Akankah kita mau Medan ini menjadi kota lumpuh karena kemacetan dan banjir? Tentunya tidak. Akan tetapi, kalau kita tetap tidak memperluas arteri jalan serta mendisiplinkan para perparkiran liar mulai sekarang, dipastikan beberapa tahun ke depan, kota ini akan menjadi kota lumpuh karena bagaimanapun, jumlah kendaraan akan selalu bertambah. Lalu, langkah apa yang sebenarnya yang harus segera kita lakukan sebagai antisipasi agar kota ini tidak lumpuh karena kemacetan dan banjir?
Banyak cara yang dapat kita lakukan. Sekali lagi, berpikirlah kreatif dan atasilah masalah sebelum masalah itu datang. Misalnya, kemacetan. Pemerintah tentunya sudah harus bekerja optimal. Pemerintah harus segera mengatasi masalah, tidak harus menunggu masalah itu tiba, baru ada niat untuk mengatasinya. Pemerintah tidak perlu menunggu Kota Medan ini lumpuh karena kemacetan, baru berpikir bagaimana mencari solusi kemacetan.
Menghemat Energi
Nah, kalau misalnya, jalur perkeretaapian seperti rel menjadi tempat yang rawan kemacetan, pemerintah sejatinya sudah perlu berpikir dan menganggarkan dana agar rel kereta api tidak lagi menyilang di jalan lintas. Rel kereta api sudah perlu harus berada di atas jalan raya atau sebaliknya sebab rel kereta api saat ini menjadi titik rawan kemacetan.
Langkah lain, misalnya, adalah pemerintah harus efektif untuk mempelajari data-data dengan menggunakan badan pusat statistik sebagai alat untuk penanggulangan, bukan semata alat untuk menghitung. Sebagai contoh, sepuluh tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 2004, kenderaan bermotor di Kota Medan masih ada pada bilangan 1.022.755 buah, tapi tahun ini, jumlah kenderaan bermotor yang berseliweran di Medan sudah menyentuh angka 2.550.000 buah. Tentu jumlah ini akan naik dari tahun ke tahun. Nah, kalau saja pemerintah tidak bijak melakukan langkah antisipasi, Kota Medan ini tentunya nanti akan macet.
Pelan-pelan, Kota Medan pun akan menjadi kota lumpuh yang boros. Boros karena tidak bisa menghemat waktu, energi berupa gas dan bahan bakar minyak pun akan terbakar sia-sia. Karena itu, sudah semestinya pemerintah, terutama Pemko Medan, memikirkan cara-cara dan alternatif agar Kota Medan terhindar dari kemacetan. Apalagi, Kota Medan akhir-akhir ini makin sibuk lantaran menjadi pusat perhubungan dari Bandara Kualanamu ke daerah-daerah lain.
Jadi, kapan lagi kita akan memperlebar jalan dan membuat jembatan layang kalau bukan sekarang? Kapan lagi kita menanam pohon dan memperindah perwajahan Kota Medan? Kalau, toh, itu diperlukan, mengapa tidak segera dibangun selagi masih ada waktu? ***
* Penulis adalah staff Pengajar Bahasa Indonesia di Prosus Inten Medan, Konselor Pendidikan di Prosus Inten Medan, aktif di KDM-KMK St. Martinus Unimed (Kelompok Diskusi Menulis)

0 comments: