Membuat Medan Menjadi Kota Humanis
Oleh: Riduan Situmorang
Medan masuk dalam ukuran tiga besar kota tersibuk dan terbesar di
negeri ini. Tentunya, predikat ini bisa menjadi sebuah keunggulan
sekaligus tantangan ke depan untuk mengelola supaya Kota Medan tetap
asri. Seperti mottonya-bekerja sama dan sama-sama bekerja untuk kemajuan
dan kemakmuran Medan kota metropolitan-segenap birokrat dan pejabat
struktural, tentunya bersama masyarakat harus bekerja sama mulai detik
ini untuk mewujudkan Kota Medan menjadi kota metropolitan yang asri dan
nyaman. Tidak menjadi kota sarang penyamun, macet, dan sumpek seperti
yang kita saksikan sekarang ini.
Tidak dapat kita pungkiri, saat ini Kota Medan masih sangat sumpek
dan belum aman, apalagi nyaman. Sederhana saja, kota ini masih belum
lepas dari sebutan sebagai kota tempatnya sarang penyamun, macet, hingga
menjadi kota sumpek. Lihat saja, curanmor, perampokan, serta beragam
jenis kejahatan lainnya masih marak kita temukan dan kita jumpai di kota
ini.
Tidak hanya itu, kota yang kita cintai ini juga masih sangat jauh
dari kata asri lantaran masih sumpek dan masih kotor, apalagi hijau dan
asri. Perhatikanlah, jika kita melintas di jalan-jalan besar di kota
ini, kita hampir tidak pernah merasakan keteduhan. Yang ada hanya rasa
kebosanan, kebisingan, dan kegerahan.
Minimalkan Rasa Bosan dengan Pemandangan
Kebosanan, misalnya, ketika kita harus selalu melihat papan reklame
yang bergelantungan secara tidak teratur, seakan-seakan segala tempat
menjadi tempat yang legal untuk beriklan. Di sisi lain, beberapa kota di
negeri ini seperti Jakarta sudah mulai merintis model periklanan ala
billboard dan pelan-pelan meninggalkan versi spanduk yang mengotori
pemandangan. Nah, jika ingin mengikuti trend, tetapi tetap asri dan
humanis, tentunya pemerintah sudah perlu memikirkan versi-versi lain,
bila perlu, mengadopsi model periklanan ala billboard, selain karena
alasan hemat plastik untuk reklame, keindahan juga akan tertata karena
billboard bisa ditata sedemikian rapi menjadi lampu digital yang dapat
membuat kota ini tetap kemilau pada malam hari.
Lalu, seperti motto sebelumnya yang mengusung keasrian, Pemko Medan
juga secara tidak langsung dibebani untuk mewujudkan kota ini menjadi
kota yang humanis yang tidak jauh dari kata hijau dan asri. Tetapi kalau
kita lihat sekarang, di kota ini pepohonan masih sangat jarang. Bahkan,
kota ini makin saja didominasi gedung-gedung pencakar langit serta
bangunan-bangunan sekular lainnya. Padahal, kita sama-sama tahu, kalau
jalanan dihiasi dengan pepohonan, orang yang melintas pasti akan merasa
sejuk. Kalaupun ada kemacetan, tetapi kalau pepohonan banyak, setiap
pengendara akan merasa sabar. Sebaliknya, jika kemacetan mendera dan
pepohonan tidak ada, rasa panas dan gerah akan timbul sehingga setiap
pengendara akan jenuh dan bosan hingga pada akhirnya mereka akan saling
memaki.
Nah, jika aksi saling memaki ini terjadi, akhir-akhirnya, kota ini
pun akan tetap terjebak pada keributan. Padahal, jika saja jalanan di
kota ini didekorasi dengan keindahan dan kehijauan melalui penanaman
pohon, orang yang mungkin terjebak di jalan tidak akan gampang tersulut
emosi karena mereka akan memilih menikmati kehijauan dan keindahan alam.
Jadi, pemerintah sudah harus berpikir untuk segera menanam pohon di
setiap pinggir jalan. Alih-alih membuat jalanan menjadi teduh, kita
sebagai warga Kota Medan pun akan merasa nyaman dan sabar, bahkan betah
kalau harus berlama-lama di jalan. Jadi, tidak akan ada lagi "kegiatan"
saling memaki.
Di samping itu, Pemerintah Kota Medan pun sudah harus bekerja ekstra
keras untuk mengurai kemacetan. Kita harus berani bercermin dari kota
besar lainnya, seperti Jakarta. Lihat, kalau orang membicarakan Jakarta
hari ini, mereka tidak lagi membicarakan Jakarta sebagai ibu kota
negara, melainkan mencemooh Jakarta sebagai kota macet dan kota banjir.
Akankah kita mau Medan ini menjadi kota lumpuh karena kemacetan dan
banjir? Tentunya tidak. Akan tetapi, kalau kita tetap tidak memperluas
arteri jalan serta mendisiplinkan para perparkiran liar mulai sekarang,
dipastikan beberapa tahun ke depan, kota ini akan menjadi kota lumpuh
karena bagaimanapun, jumlah kendaraan akan selalu bertambah. Lalu,
langkah apa yang sebenarnya yang harus segera kita lakukan sebagai
antisipasi agar kota ini tidak lumpuh karena kemacetan dan banjir?
Banyak cara yang dapat kita lakukan. Sekali lagi, berpikirlah kreatif
dan atasilah masalah sebelum masalah itu datang. Misalnya, kemacetan.
Pemerintah tentunya sudah harus bekerja optimal. Pemerintah harus segera
mengatasi masalah, tidak harus menunggu masalah itu tiba, baru ada niat
untuk mengatasinya. Pemerintah tidak perlu menunggu Kota Medan ini
lumpuh karena kemacetan, baru berpikir bagaimana mencari solusi
kemacetan.
Menghemat Energi
Nah, kalau misalnya, jalur perkeretaapian seperti rel menjadi tempat
yang rawan kemacetan, pemerintah sejatinya sudah perlu berpikir dan
menganggarkan dana agar rel kereta api tidak lagi menyilang di jalan
lintas. Rel kereta api sudah perlu harus berada di atas jalan raya atau
sebaliknya sebab rel kereta api saat ini menjadi titik rawan kemacetan.
Langkah lain, misalnya, adalah pemerintah harus efektif untuk
mempelajari data-data dengan menggunakan badan pusat statistik sebagai
alat untuk penanggulangan, bukan semata alat untuk menghitung. Sebagai
contoh, sepuluh tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 2004, kenderaan
bermotor di Kota Medan masih ada pada bilangan 1.022.755 buah, tapi
tahun ini, jumlah kenderaan bermotor yang berseliweran di Medan sudah
menyentuh angka 2.550.000 buah. Tentu jumlah ini akan naik dari tahun ke
tahun. Nah, kalau saja pemerintah tidak bijak melakukan langkah
antisipasi, Kota Medan ini tentunya nanti akan macet.
Pelan-pelan, Kota Medan pun akan menjadi kota lumpuh yang boros.
Boros karena tidak bisa menghemat waktu, energi berupa gas dan bahan
bakar minyak pun akan terbakar sia-sia. Karena itu, sudah semestinya
pemerintah, terutama Pemko Medan, memikirkan cara-cara dan alternatif
agar Kota Medan terhindar dari kemacetan. Apalagi, Kota Medan
akhir-akhir ini makin sibuk lantaran menjadi pusat perhubungan dari
Bandara Kualanamu ke daerah-daerah lain.
Jadi, kapan lagi kita akan memperlebar jalan dan membuat jembatan
layang kalau bukan sekarang? Kapan lagi kita menanam pohon dan
memperindah perwajahan Kota Medan? Kalau, toh, itu diperlukan, mengapa
tidak segera dibangun selagi masih ada waktu? ***
* Penulis adalah staff Pengajar Bahasa Indonesia di Prosus
Inten Medan, Konselor Pendidikan di Prosus Inten Medan, aktif di KDM-KMK
St. Martinus Unimed (Kelompok Diskusi Menulis)
0 comments:
Post a Comment