Kisno Haryoa Kartiko--PENGALAMAN panjang sejarah bangsa
Indonesia telah memberikan pelajaran berharga bagaimana bangsa ini sekuat
tenaga menjaga keutuhan persatuan bangsa dan kesatuan wilayah negara.
Sejak Indonesia merdeka, berbagai
peristiwa yang memecah belah persatuan dan kesatuan terjadi silih berganti.
Beberapa di antaranya dilakukan
dengan latar belakang kepentingan kelompok tertentu.
Kita pernah mendengar kelompok
komunis dengan pemberontakan Madiun dan Peristiwa G-30-S/PKI, kelompok
PRRI-Permesta dengan tokoh-tokoh Masyumi di belakangnya, dan pemberontakan
Rakyat Maluku Selatan.
Peristiwa ini menimbulkan kerugian
melebihi harta benda, dampak sosial-ekonomi, yaitu nyawa.
Selain peristiwa berlatar belakang
politik, bangsa Indonesia juga mempunyai pengalaman peristiwa-peristiwa
separatisme kedaerahan, misalnya pemberontakan GAM di DI Aceh, perlawanan
bersenjata Gerakan Papua Merdeka di Papua, pendirian PRRI di Sumatra Barat dan
Sumatra Bagian Selatan.
Ketidakstabilan politik dan
pemerintahan juga pernah terjadi pada masa Indonesia kembali menjadi negara
kesatuan.
Dilakukannya perubahan mendasar
dalam menjalankan pemerintahan pada masa itu, seperti sistem pemerintahan
menjadi demokrasi parlementer, dominasi peranan partai politik, peranan
pemerintah pusat yang sentralistis dan kuat, restrukturisasi personel dalam
angkatan perang, menyebabkan ketidakstabilan politik, kurangnya perhatian dalam
pembangunan daerah, terjadinya perpecahan Dwitunggal Soekarno-Hatta, dan
kekecewaan di kalangan militer.
Keadaan ini menyebabkan timbulnya
beberapa pemberontakan dari kelompok militer, seperti yang dilakukan Dewan
Banteng, Dewan Gajah, Kahar Muzakar, dan peristiwa 17 September 1952.
Sejarah terpecahnya bangsa juga pernah
diwarnai kalangan birokrasi negara.
Kelompok birokrasi juga pernah
menjadi aktor di belakang pemberontakan bersifat kedaerahan, antara lain
kelompok birokrasi di bawah Daud Beureueh (mantan Gubernur Militer DI Aceh)
yang melakukan perlawanan setelah DI Aceh dilebur dengan Provinsi Sumatra
Timur, dan kelompok birokrasi di bawah R Soumokil (mantan Perdana Menteri
Negara Bagian Maluku) yang memberontak dan mendirikan Republik Maluku Selatan
setelah dihapusnya Negara Republik Indonesia Serikat.
Kelompok-kelompok dengan pembentukan
berlatar belakang agama juga pernah menimbulkan peristiwa yang menggoyahkan
persatuan bangsa, antara lain tentara Hisbullah di bawah Karto Suwiryo,
kelompok Imron dan Warman, dan kelompok Jamaah Islamiyah di bawah trio Abdulah
Sungkar, Abu Bakar Ba'asyir, dan Ajengan Masduki.
Pemersatu bangsa
Sejak membentuk negara Indonesia, bangsa ini bertekad untuk berada dalam
naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang wilayahnya tersebar dari
Sabang sampai Merauke, dari Kepulauan Sangir Talaud hingga Kepulauan Rote Ndao.
Keteguhan memegang bentuk negara
unitaris dapat dilihat ketika RIS tidak berlaku lama karena melalui mosi
integral yang dipelopori Mohammad Natsir didukung banyak fraksi di parlemen, akhirnya
kembali mengantarkan Indonesia menjadi negara kesatuan sejak 17 Agustus 1950.
Kemudian, hasil amendemen UUD NRI
Tahun 1945 Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa, "Negara Indonesia ialah
Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik," dan Pasal 37 ayat (5) menegaskan
bahwa,
"Khusus mengenai bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan."
Dalam prinsip dasar pengelolaan
bangsa dan negara, peran dari berbagai komponen bangsa sebagai alat pemersatu
menjadi penting.
Komponen bangsa yang strategis untuk
menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan negara, antara lain aparatur militer
dan keamanan, birokrasi, politik, kedaerahan, dan agama.
Dalam kehidupan negara yang menganut
sistem demokrasi, kelompok aparatur militer dan keamanan punya peran sangat
strategis karena mereka ialah warga negara yang dipersenjatai oleh negara dan
diberikan hak istimewa demi menjaga dan mewujudkan keamanan.
Mereka punya kemampuan dan
kewenangan untuk melakukan deteksi, pencegahan, dan penindakan untuk mempertahankan
negara dan menciptakan keamanan.
Kelompok ini terdiri dari unsur TNI
(AD, AU, dan AL), serta kepolisian negara harus dibangun kesiapsiagaannya, jiwa
kejuangannya, pengabdiannya, kerelaan untuk berkorban, soliditas, dan
solidaritasnya.
Kelompok ini harus punya kedudukan
yang netral dan berada di atas semua kepentingan dan golongan.
Mereka harus melayani semua
kepentingan masyarakat dan negara.
Kewenangan yang luar biasa berat dan
besar ini harus selalu berada di bawah kontrol dan komando dari pemerintahan
yang sah yang dipilih oleh rakyat.
Peran pelayan publik
Berperan sebagai pilar kedua pemersatu bangsa, yaitu kelompok birokrasi yang
diawaki aparatur sipil negara (ASN).
ASN yang saat ini berjumlah 4,5 juta
orang merupakan aparatur negara yang menjalankan fungsi pemerintahan dari
tingkat pusat sampai kelurahan/desa.
Selain itu, ASN adalah aparatur
negara yang diberi tugas melakukan pelayanan publik kepada masyarakat, diberi
tanggung jawab merencanakan dan melaksanakan pembangunan, dan panutan, serta
teladan bagi setiap warga bangsa.
ASN harus menjadi alat pemersatu
bangsa yang strategis, yakni mereka tidak boleh berpihak pada kepentingan
politik dan kelompok tertentu.
Mereka harus netral dari pengaruh
dan intervensi politik, loyal kepada pemerintahan yang sah, mempunyai
soliditas, dan solidaritas antaranggota.
Mereka juga harus mampu membangun
koordinasi dan mengintegrasikan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan
pelayanan publik dari tingkat pusat sampai daerah sehingga mengurangi
terjadinya kesenjangan dan ketidakadilan.
Hanya saja dalam menjalankan sistem
demokrasi, kita tidak bisa lepas dari adanya kekuatan kelompok politik, yakni
proses seleksi kepemimpinan dari tingkat pusat sampai daerah ditentukan.
Pengalaman sejarah bangsa
menunjukkan adanya kelompok-kelompok politik yang menyebabkan terjadinya
perpecahan dan pemberontakan.
Oleh karena itu, kelompok politik
harus punya kebajikan sebagai negarawan yang mengutamakan kepentingan bangsa
dan negara di atas kepentingan kelompok politiknya.
Alat pemersatu lain yang tidak boleh
diabaikan ialah para pemimpin daerah, para tokoh masyarakat (agama, adat, dan
organisasi masyarakat), dan para tokoh pemuda.
Mereka merupakan kelompok kedaerahan
yang mewarnai kehidupan di daerah dan hubungan antara pusat dan daerah,
penyelenggaraan pelayanan publik, dan penyelenggaraan pembangunan di daerah.
Tokoh agama
Kita ketahui bersama bahwa Indonesia bukanlah negara sekuler dan bukan pula
sebagai negara yang berdasarkan ideologi suatu agama, melainkan negara yang
berdasarkan ideologi Pancasila yang mengakui atas Ketuhanan Yang Maha Esa
dengan berbagai agama dan kepercayaan yang hidup berdampingan di dalamnya.
Dalam sejarah kenegaraan banyak
kelompok agama yang selalu berusaha untuk membangun negara berdasarkan kepada
ajaran agama tertentu.
Dalam rangka mencegah terjadinya
perpecahan yang disebabkan kelompok ini, peran kelompok agama yang moderat dan
nasionalistik sebagai alat pemersatu bangsa menjadi krusial.
Pemerintah harus bertindak tegas
terhadap kelompok-kelompok radikal yang membawa kepentingan kelompoknya
melebihi kepentingan bangsa.
Kita menyadari Indonesia sebagai
bangsa majemuk yang terdiri dari beragam adat, budaya, dan agama memiliki
keunikannya tersendiri.
Oleh karena itu, kolaborasi
antarkomponen untuk bersinergi merekatkan persatuan dan kesatuan bangsa sangat
dibutuhkan.
Thursday, 10 March 2016
Persatuan Bangsa, Belajar dari Sejarah
Kisnu Haryo Kartiko
Media Indonesia, 10/03/2016
Tenaga Ahli
Pengajar Bidang Politik Lemhannas RI
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment