Friday, 18 March 2016

Ketika Hujan

Riduan Situmorang--Ketika Hujan

di rinai-rinai hujan, kita bertatapan
katamu, kau sedang dikepung hening yang tebal
oh, tidak, itu masih dugaanku
sebab, kulihat matamu yang sembab
ada luka memar. tapi tidak di tubuhmu
ada duka yang meraung-raung
ada sekerat daging yang meriang
ada setumpuk jiwa yang cemas

kita masih bertatapan
sedang aku mulai gusar
di matamu aku terang
dan, aku semakin melihat diriku
duka semakin bertumpuk
oh, tak bisakah kau berkedip
untuk mengakhiri cerita di balik matamu?

ah, matamu masih berhujan
sedang aku mulai tercabik-cabik

Pukulan Waktu
suatu kali kita berbincang
di tepi-tepi waktu yang sibuk
tentang merpati yang terhuyung-huyung
katamu, kau menangkapnya dengan iba
lalu, kau menatap lirih pada sayapnya
oh, kau semakin menjadi-jadi
kulihat matamu sudah berapi-api
lalu, mulutmu berbusa dan matamu seketika berbuih

biar kau tahu saja
aku masih tak mengerti
tentang juluran kata-kata yang kau eja
:ceritamu masih sungsang
tentang merpati bersayap
terhuyung di pantai
kau menangkapnya
iba. iba. lagi dan iba
aku masih tak mengerti
meski malam-malam sudah menggulung
meski kata per kata sudah telanjang
ah, aku hanya menukar waktu sibukku
dengan cerita sungsang
: akulah ceritamu

Menikam Mimpi
di rimbunnya kata-katamu, aku mencoba memahami
ternyata kau sudah berbeda
kau tak lagi gemericik air di kerumunan sungai
pada sungai itu, dulu, menggelincir ikan
oh, iya, kau selalu suka ikan
yang mengunyah air lalu melepasnya
kau pasti tak akan bosan melihatnya
meski matahari sudah menikam
meski awan sudah sembab dan muntah
kau masih memelototi ikan

“maukah kau menjelma menjadi ikan?”
katamu, dan aku mengangguk
anggukan itu bukan persetujuan. kau tahu itu
itu hanya gerak kepala yang ditekan dari atas ke bawah
ditekan oleh kekuasaan, keserakahan, ketidaktahuan
dan kau menunjukkan gerak erotis matamu
kau bahagia? tidak! aku tahu itu

kita hanya dua tubuh yang bersetubuh
saling mengetahui, tetapi tidak diingini
kau ditikam oleh sejumput kisah yang membalutmu
dan aku, diikat oleh setumpuk adat yang aku tak mengerti

di rimbunnya kata-katamu
ikan-ikan sudah terkapar
pedang sudah berkilat-kilat
ritual akan segera dimulai

: sattabi oppung!

Petualang
dengan apa kita harus memulai?
ini hanya sepotong pagi
tak ada yang istimewa
pagi adalah kebergegasan
kau memasuki ceritamu (entah darimana)
mengajakku bertukar rahasia
aku sejujurnya urung memasuki lorongmu
tapi, dasar, kau selalu memaksaku bertukar air liur
kau membuatku jadi mangsa
padamu? bukan!

ah, sudahlah, mari bertualang
nanti, jika kita sudah diimpit rindu
kita sudah sepakat
memutar kembali jarum jam
mari bergegas

: jamku di mana?

Jika Kau Cemas
jika di tengah-tengah terik
sedang kau adalah cacing-cacing yang terkelupas
jemput aku di perut ayam
aku sedang sembunyi di labirin ususnya


Pegiat Sastra dan Budaya di PLOt Medan, sudah berkali-kali memenangi lomba penulisan sastra. Puisi Esainya sudah Dibukukan Jurnal Sajak di Konspirasi Suci dan Baris Tanya untuk Indonesia

0 comments: