Riduan Situmorang--Ketika
Hujan
di rinai-rinai
hujan, kita bertatapan
katamu, kau
sedang dikepung hening yang tebal
oh, tidak, itu
masih dugaanku
sebab, kulihat
matamu yang sembab
ada luka memar.
tapi tidak di tubuhmu
ada duka yang
meraung-raung
ada sekerat
daging yang meriang
ada setumpuk
jiwa yang cemas
kita masih
bertatapan
sedang aku mulai
gusar
di matamu aku
terang
dan, aku semakin
melihat diriku
duka semakin
bertumpuk
oh, tak bisakah
kau berkedip
untuk mengakhiri
cerita di balik matamu?
ah, matamu masih
berhujan
sedang aku mulai
tercabik-cabik
Pukulan
Waktu
suatu kali kita
berbincang
di tepi-tepi
waktu yang sibuk
tentang merpati
yang terhuyung-huyung
katamu, kau
menangkapnya dengan iba
lalu, kau
menatap lirih pada sayapnya
oh, kau semakin
menjadi-jadi
kulihat matamu
sudah berapi-api
lalu, mulutmu
berbusa dan matamu seketika berbuih
biar kau tahu
saja
aku masih tak
mengerti
tentang juluran
kata-kata yang kau eja
:ceritamu masih sungsang
tentang merpati
bersayap
terhuyung di
pantai
kau menangkapnya
iba. iba. lagi
dan iba
aku masih tak
mengerti
meski
malam-malam sudah menggulung
meski kata per
kata sudah telanjang
ah, aku hanya menukar
waktu sibukku
dengan cerita
sungsang
: akulah ceritamu
Menikam
Mimpi
di rimbunnya
kata-katamu, aku mencoba memahami
ternyata kau
sudah berbeda
kau tak lagi
gemericik air di kerumunan sungai
pada sungai itu,
dulu, menggelincir ikan
oh, iya, kau
selalu suka ikan
yang mengunyah
air lalu melepasnya
kau pasti tak
akan bosan melihatnya
meski matahari
sudah menikam
meski awan sudah
sembab dan muntah
kau masih
memelototi ikan
“maukah kau
menjelma menjadi ikan?”
katamu, dan aku
mengangguk
anggukan itu
bukan persetujuan. kau tahu itu
itu hanya gerak
kepala yang ditekan dari atas ke bawah
ditekan oleh
kekuasaan, keserakahan, ketidaktahuan
dan kau
menunjukkan gerak erotis matamu
kau bahagia?
tidak! aku tahu itu
kita hanya dua
tubuh yang bersetubuh
saling
mengetahui, tetapi tidak diingini
kau ditikam oleh
sejumput kisah yang membalutmu
dan aku, diikat
oleh setumpuk adat yang aku tak mengerti
di rimbunnya
kata-katamu
ikan-ikan sudah
terkapar
pedang sudah
berkilat-kilat
ritual akan
segera dimulai
: sattabi oppung!
Petualang
dengan apa kita
harus memulai?
ini hanya
sepotong pagi
tak ada yang
istimewa
pagi adalah
kebergegasan
kau memasuki
ceritamu (entah darimana)
mengajakku
bertukar rahasia
aku sejujurnya
urung memasuki lorongmu
tapi, dasar, kau
selalu memaksaku bertukar air liur
kau membuatku
jadi mangsa
padamu? bukan!
ah, sudahlah,
mari bertualang
nanti, jika kita
sudah diimpit rindu
kita sudah
sepakat
memutar kembali
jarum jam
mari bergegas
: jamku di mana?
Jika
Kau Cemas
jika di
tengah-tengah terik
sedang kau
adalah cacing-cacing yang terkelupas
jemput aku di
perut ayam
aku sedang
sembunyi di labirin ususnya
Pegiat Sastra dan
Budaya di PLOt Medan, sudah berkali-kali memenangi lomba penulisan sastra.
Puisi Esainya sudah Dibukukan Jurnal Sajak di Konspirasi Suci dan Baris
Tanya untuk Indonesia
0 comments:
Post a Comment