Sunday, 20 March 2016

Aku tak Mau Beye

Meme Tour de Java versus Blusukan de Hambalang (Twitter.com/@RennyFernandez)Riduan Situmorang--Pak Beye sama Bu Ani sedang sibuk bermedia sosial. Setelah pengangguran dari istana, mereka menjadi pengamat. Mereka juga menjadi hakim. Menilai yang ini buruk dan yang itu baik. Dicerocoslah kalo menteri Pak Jokowi tak becus yang sukanya selalu ribut. Dipujinya lagi kalo-kalo menteri sebelumnya kompak. Seirama. Diam. Tenang. Dan damai bagaikan di surga yang tak ada masalahnya. Jelas, maksudnya, Pak Beye adalah tuhan dan menterinya adalah malaikat-malaikat baik.

Sedang Jokowi adalah tuhan yang gagal dan menterinya para perecok. Sukanya mencemburui kinerja para malaikat sebelumnya. Pak Beye lalu semakin PD jika komentar-komentar bising dari malaikat-malaikat Jokowi adalah sebagai tanda kalo malaikat-malaikat Pak Beye lebih jreng. Selamat Pak Beye.

Tak puas di situ, pak Beye rupanya mengeluarkan hasil amatan itu untuk sesuatu yang lebih besar. Dia keknya udah bosan menjadi pengangguran. Jangan-jangan, semakin meningkatnya data pengangguran karena di dalamnya ada Pak Beye juga. Wkkkkkkkk.


Makanya itu, dia bikin latah, ya? Baru, selepas itu, karena termasuk menderita, dia menyontek kata-kata melegenda dari Pak Harto, piye kabare, enak zamanku, toh? (latar belakangnya, foto SBY dengan katakan TIDAK PADA KORUPSI dan tidak ada pengangguran karena jumlahnya dikorupsi?)

Ya, kata-kata ini adalah balasan sekaligus panen. Kenapa panen? Nanti. Yang ini dulu kita bahas.


Pertama, balasan. Sudah pasti kata-kata Pak Harto ini juga dulunya sudah menyiksa Pak Beye. Meski para malaikatnya damai, orang rupanya masih mengagungkan pak Harto. Lalu, sialnya, ketika Pak Beye pengangguran, orang juga mengagungkan Jokowi dan bahkan nyaris melupakan Pak Beye. Tak mau dikepung cemburu, Pak Beye pun bersiul-siul di Twitter. Dia tak mau hilang.
 
Nah, pelajaran penting dan satu-satunya yang patut dicontoh dari SBY adalah, khususnya bagi para pencemburu, belajarlah dari Pak Beye! Bilang gini, “Enakan di pelukankun, toh? Tenang, diam, damai, tak kerja, dan uang pun berdatangan.” (Dasar lelaki nakal lu, kubilang. dan kau menjawab, ya, emang. Lelaki kaya harus nakal dan perempuan nakal harus kaya.) CUKUP!

Nah kenapa kata-kata Pak Harto ini panenan SBY? Karena Pak Beye dalam hatinya berharap masyarakat melihat dengan haru jingkrak-jingkraknya (blusukan modern) yang dibuat dengan judul “Tour de Java”. Jingkrak-jingkrak orang alay. Untuk apa coba? Mau nyapres? Mau nyulap Bu Ani jadi Hillary Clinton? Mau nyulap Ibas jadi basi? Pening kepala berby.

Eh, sialnya, ketika Pak Beye sibuk jingkrak-jingkrak “Tour de Java”, Pak Jokowi langsung “Tour de Hambalang”. Jelas, dari luas cakupan, Jokowi kalah total. Hambalang mana tanding sama Jawa. Tapi, ketika Jokowi senyum-senyum melihat rongsokan, melihat ilalang, melihat tanah yang lentur, dan kerja keras Pak Beye yang sibuk belanja ke pasar-pasar buyar. “Tour de Java” menjadi jingkrak-jingkrak lucuan.

Tapi, SBY belum kalah. Dia membalas dari diam. Nanti juga ada giliran dia bersiul lagi. Jadi, Pak Beye pasti mengatur strategi agar yang nyerang duluan adalah sahabat-sahabat diamnya di Hambalang. Itu terlihat ketika sahabat-sahabtnya lalu bilang kalo Hambalang tidak dilanjutkan karena dilarang KPK. Mereka juga bilang, hey, Jokowi jangan pencitraan, Lu!


Sayangnya, Jokowi ga menjawab. Padahal, mestniya Jokwi balik bilang, "hey, korupsi itu dilarang KPK, tapi lu kok pada korupsi?"

Hmmmmmm. Betul juga katakukan. Pak Beye tak diam. Karena, tak lama setelah Pak Jokowi ke Hambalang yang kini jadi tempat miras dan pacaran, Pak Beye juga foto-foto di San Fransisco Suramadu. Aku tahu kalo dia pasti mau bilang, "ini loh kerjaku. Lu mana Joko?


Lalu aku berteriak, karena Jokowi tak suka berteriak. "Ah? setelah 10 tahun, lu cuma bangun jembatan Suramadu aja? Emangnya kerjaan lu cuma mau bangun jembatan?"

AKu masih lanjut berteriak lagi. Lalu, karena kerjaanmu cuma bangun jembatan, makanya lu larang, jangan habiskan dana untuk infrastruktur, ekonomi sedang lesu. Dan, lu bilang lagi, pemimpin harusnya mau dikritik?


Aku tak berhenti berteriak. Tapi, teriakan ini kuumpamakan teriakanmu. Biar adil. "Hey Jokowi, lu jangan habiskan uang untuk infrastruktur, nanti Jambatan Suramaduku kalah saing. Ayo, berisik lagi dung dan kritik menteriku era dulu supaya aku bisa melanjutkan suara merduku di Twitter. Karena, semakin menterimu berisik, semakin aku senang."

Hmmmm. Dasar Pak Beye. Dia mantan presiden, tapi bagiku dia bukan mantan presiden. Yang pasti, tentang mantan, saya pernah juga memiliknya dan dia sangat hebat.

Nah, satu-satunya harapanku pas menulis ini, apalagi jadi teringat pada mantan yang sangat baik dan kini semakin baik, adalah biar ke depan saya ga punya mantan lagi. Kalo pun punya, namanya jangan Bettylah.


Kalo Betty, pas itu pacarku, pasti kubilang Betty Yes. Disingkat jadi Beye. Jadi, kalo lu bernama Betty, tolong jangan mendekat! Saya tak mau punya mantan yang beginian yang sukanya ribut-ribut dan jadi alay tingkat dewa. Soalnya gini, aku tak mau seseorang mengalahkan kealayanku! CUKUP!
Riduan Situmorang
Pencinta Humor yang tak Lucu 

0 comments: